Senin, September 14, 2009

Pelacur

“Pelacur” adalah kata yang selalu disematkan pada seorang wanita yang berprofesi sebagai penjaja seks komersial. Wanita yang rela ‘menukarkan’ tubuhnya dengan tumpukan kertas yang dinamai uang, yang rela ditiduri oleh ribuan lelaki hidung belang hanya untuk sesuap nasi, yang menggadaikan kehormatannya kepada setiap om-om yang berdasi lagi berkantong tebal. Alasan penyematan kata “pelacur” pada wanita yang berprofesi sebagai penjaja seks lebih karena profesi itu dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari prilaku individu dan sosial yang seharusnya. Sinonim kata pelacur adalah prostitusi. Kata prostitusi sendiri berasa dari bahasa yunani “prostitut”. Cendekiawan yang pertama kali memberi pemaknaan kepada kata prostitut adalah Sokrates. Beliau mengkritik kaum sophis (Gorgias dan Protagoras) yang telah melakukan kapitalisasi atas pendidikan di athena, yunani. Sokrates sempat berguru kepada Georgias, karena sokrates tidak punya uang, maka ia hanya diajari dasar-dasar ilmu (Ilmu kaum sophis menganggap kebenaran itu subjektif). Olehnya itu, Sokrates bangkit lalu melakukan perlawanan intelektual kepada kaum sophis. Sokrates menuding kaum sophis sebagai prostitut. Ia –sokrates- lalu mengajarkan filsafat sebagai sebuah metode untuk menemukan kebenaran. Dari dialah filsafat mulai bangkit, lalu dilanjutkan oleh dua muridnya plato dan aristoteles.

Tapi, penulis lebih memilih menggunakan kata pelacur dalam tulisan ini karena dua hal pertama, ia –kata pelacur- lebih mudah disebut oleh lidah saya dan mungkin anda juga. Kedua, ia lebih dekat dengan kita. Ketika ada yang menyebut kata pelacur, maknanya langsung hadir dalam fikiran kita. Pemaknaan itupun juga sangat tergantung pada qualitas ilmu yang dimiliki.
Uraian di atas, memberikan gambaran kepada kita makna pelacur adalah setiap orang yang dengan rela menukarkan kehormatannya dengan sejumlah uang/pangkat/harta/jabatan atau materi lainnya. Prilaku tukar-menukar ini kamudian akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan sosial. Pemaknaan ini mengandung tiga unsur sekaligus yang melekat pada kata pelacur. Pertama, unsur manusia. Pokoknya manusia yang dimaksud dalam unsur ini adalah semua orang, laki-laki maupun perempuan, tuan dan puan, pejabat dan rakyat, ustadz/pastor dan jamaahnya dan lain-lain. Ia –unsur manusia- tidak terbatas pada jenis kelamin, stratifikasi sosial, warna kulit dan lain-lain. Pendeknya semua yang masih merasa manusia akan masuk unsur ini (Termasuk saya dan anda yang sedang membaca tulisan ini). Kedua, menukarkan kehormatan. Menukarkan berarti memberikan sesuatu dan mengharapkan sesuatu dari orang yang diberi. Apa yang diberikan? Dan apa yang diharapkan? Yang diberikan adalah kehormatan. Ia –kehormatan- adalah kata yang memiliki makna abstrak. Ia lahir dari sistem nilai yang diyakini oleh seseorang. Namun, kehormatan yang kita maksudkan disini adalah identitas kemanusiaan kita. Karena ia adalah identitas kemanusiaan kita, maka ia adalah kebenaran. Misalnya, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual seonggok daging di selangkangannya : Pelacur. Seorang lelaki yang datang menikmati seonggok daging itu dengan menjual setumpuk kertas yang disebut uang : Pelacur. Seorang ingin jadi PNS/Polisi/Tentara lalu menyogok sampai puluhan juta rupiah : Pelacur. Seorang yang disogok oleh orang yang ingin jadi PNS/Polisi/Tentara : Pelacur. Pemerintah dan swasta yang menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai sarana meraup keuntungan sebanyak-banyaknya : Pelacur. Seorang aktivis mahasiswa maupun LSM yang mallejja’ : Pelacur. Dan banyak lagi yang lainnya. Ketiga, Sejumlah uang/pangkat/harta/jabatan atau materi lainnya. Tadi. Ada pertanyaan di atas, apa yang diharapkan? Tentu saja yang diharapkan adalah apa yang terkandung dalam unsur ketiga. Transaksi tukar-menukar didak dimaknai daloam hubungtan subjek-objek. Aqrtinya, bukan perempuan yang menjual onggoka daging itu sebagai subjek maupun objek, dan bukan pula lelaki berhidung belang. Namun keduanya adalah pelaku, dan keduanya adalah sama-sama subjek. Sehingga keduanya adalah : pelacur.
Makna pelacur bisa disematkan pada sesdorang apabila orang tersebut memenuhi ketihga unsur tersebut di atas. Jadi, bisa jadi semua orang adalah pelacur. Tergantung prilaku orang tersebut, apakah memenuhi unsur atau tidak.
Pelacur : Laki-laki dan perempuan
Pernah dalam sebuah diskusi dengan kelompok mahasiswa saya mengajukan pertabnnyaan kepada mereka, apa beda laki-laki dan perempuan? Mereka menjawab, laki-laki adalah yang bukan perempuan, begituipun sebaliknya. Pemaknaan ini sebernaya terjebak ke dalam kesalahn berfikir yang disebut dengan circular reasoning (alasan yang selalu berputar-putar). Dan pemaknaan ini tidak bisa dipakai untuk meknai perempuan dan laiki-laki dalam tulisan ini. Makna laki-laki dan perempuan dalam tulisan ini sebagaimana dalam contoh perempuan penjaja seks konmersial di atas. Ada yang menjual onggokan daging dan ada yang datanbg menjual tunpukan kertas yang bernilai, yang dunamainya UANG.Yang menjual onggokan daging itulah yang disebut PEREMPUAN, dan yang menjual tumpukan kertas itulah yang disebut : LAKI-LAKI. Sementara pelacur adalah kata yang disematkan pada kedua makhluk itu berdasarkan perilakunya.
Pelacurkah lelaki yang datang untuk menikmati onggokan daging dengan menjual tumpukan kertas yang dinamai uang?. Ya. Pasti, ia adalah pelacur. Karena ia adalah masuk kategori manusia. Kamudian, ia juga telah menukarkan tumpukan kertas yang ia miliki dengan onggokan daging. Lalu, ia mengharapkan tubuh mulus yang dimiliki oleh perempuan untuk dinikmati. Lelaki bisa memenuhi ketiga unsur itu. Bukan hanya perempuan. Lalu, kalau ada klausa Prempuan Pelacur, maka harus pula ada klausa Lelaki Pelacur. Biar imbanglah.
Pelacurkah lelaki dan perempuan yang memiliki tumpukan kertas yang disebut uang, lalu menukarkannya dengan status PNS/Polisi/Tentara atau sederat status sosial lainnya? (Termasuk juga jadi pejabat politik). Ya, mereka adalah Pelacur. Lalu, melacurkah lelaki dan perempuan yang memiliki kewenangan untuk menyeleksi calon PNS/Polidi/Tentara, lalu menukarkan kewenangan itu dengan setumpuk kertas yang disebut uang? Ya, mereka juga adalah pelacur. Keduanya adalah manusia, keduanya juga melakukan transaksi tukar-menukar dan mengharapkan sesuatu dari yang diberi. Yang satu mengharapkan uang dan yang lainnya mengharapkan kelulusan. Prilaku keduanya adalah prilaku yang menyimpang dari sistem sosial yang seharusnya. Di negeri ini, dan khususnya di daerah ini sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam seleksi calon PNS/Polisi/Tentara selalu diwarnai oleh tindakan seperti di atas. Oknum pejabat yang melakukan itu adalah Pejabat Pelacur. Dan, calon yang melakukan itu adalah juga Pelacur.
Melacurkah pemerintah dan swasta yang menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai sarana untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya?. Melacur jugakah seorang aktivis mahasiswa maupun LSM yang mallejja’? Ya, prilaku mereka itu adalah prilaku yang melacur, karena prilaku itu menyimpang dari yang seharusnya.
Untuk apa orang melacurkan diri? Alasan pelacuran diri memang banyak dan beragam. Pertanyaan ini mungkin setiap orang memberikan jawaban yang berbeda. Namun, alasan yang paling dominan adalah UANG. Makhluk inilah –uang- yang banyak menggoda ummat manusia untuk melacurkan diri. Padahal uang itu hanyalah kertas yang diberi nilai nominal oleh manusia. Lalu, mengapa ia begitu banyak mempengaruhi manusia?. Apakah karena nilai nominalnya? Ataukah manusianya yang telah terasing dari yang ia –manusia- ciptakan sendiri?.
Akhirul kalam, mengutip bahasa maxim gorki, “Uang itu sungguh benda jahat, selalu membingungkan, baik waktu hendak mengeluarkan maupun waktu hendak menerima”. (Allahu a’lam bisshowab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar