Rabu, September 02, 2009

Bahaya Penyelewengan dalam Sumber Agama

Catatan Ali Yahya.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Alquran al Karim mencela orang yang melakukan “tahrif” atau penyimpangan terhadap suatu perkara dan ucapan-ucapan. Tahrif atau penyimpangan ini dapat dibagi menjadi dua bagian:
Bentuk pertama dari tahrif ialah, melakukan pengurangan atau penambahan terhadap suatu ucapan atau tulisan. Terkadang seorang pengkhianat melakukan tahrif dengan cara mengurangi atau menambahi satu karya yang telah dihasilkan oleh orang lain. Sedikit sekali kitab-kitab lama atau klasik yang tetap terjaga dari sentuhan tangan-tangan orang yang melakukan tahrif. Bukan hanya itu, mereka juga bahkan melakukan tahrif terhadap diwan atau kumpulan syair para penyair. Mereka membuang beberapa syair darinya atau bahkan menambahkannya, atau mungkin mereka mengubah beberapa kata atau kalimat, sehingga hal ini memberikan kesulitan kepada para peneliti yang datang sesudahnya. Tahrif atau penyimpangan model ini dikenal dengan istilah “penyimpangan kata”.

Bentuk lain dari tahrif atau penyimpangan ialah “penyimpangan arti” atau yang dikenal dengan istilah “tahrif maknawi”. Dalam penyimpangan arti, tidak terjadi penambahan atau pengurangan dari segi kata atau kalimat. Namun dari segi penafsiran, keterangan, dan takwil, arti suatu perkataan sudah demikian jauh menyimpang hingga seolah-olah telah terjadi perubahan kata. Bentuk ini pun salah satu dari bentuk pengkhianatan.
Pengkhianatan bisa terjadi pada harta, pada jiwa, pada harga diri bahkan bisa terjadi pada pemikiran dan tujuan. Apabila seseorang mengeluarkan suatu pandangan atau pemikiran, maka kewajiban kita adalah menisbatkan atau menghubungkan perkataan itu dengan arti apa adanya, tanpa menyentuh atau mengubah perkataan itu.
Penyimpangan atau penyelewengan yang dilakukan terhadap suatu perkataan atau tulisan orang lain sudah begitu biasa hingga tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang penting. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan tahrif atau penyimpangan terhadap karya seorang penyair, mungkin itu dianggap tidak begitu penting. Namun tatkala seseorang melakukan tahrif atau penyimpangan terhadap kitab suci atau sabda Nabi dan Imam, yang merupakan sandaran pasti bagi jutaan orang, maka jelas orang ini telah melakukan perbuatan yang tidak bisa diampuni.
Dalam ilmu logika terdapat satu pembahasan yang bernama “mughalathah” atau “sophistique”. Dalam pembahasan ini terdapat tiga belas (13) bentuk “cara menyalahkan” yang dapat digunakan oleh seseorang untuk menipu pikiran. Para ahli menjelaskan masalah ini dengan maksud supaya seorang mahasiswa pencari kebenaran mengetahui bentuk dan cara “mughalathah” serta cara penipuan. Ini dimaksudkan agar dia tidak terjebak oleh cara-cara demikian. Para ahli mengatakan, faedah terbesar yang diberikan ilmu logika adalah mengetahui macam-macam bentuk “mughalathah” atau “sophistique”, dengan demikian mereka dapat menghindarinya. Ini tidak ubahnya seperti ilmu kedokteran yang memberikan informasi tentang berbagai bentuk penyakit dan penyebabnya.
Salah seorang sahabat besar Rasulullah saw., Ammar bin Yasir, termasuk kaum Muslimin yang awal. Dia bersama ibu dan bapaknya telah masuk Islam sejak di kota Makkah. Mereka bertiga telah merasakan siksaan dari penduduk Makkah yang tidak menyukai keislaman mereka. Ayah dan ibu Ammar bin Yasir syahid terbunuh di bawah siksaan orang-orang Makkah, namun Ammar selamat dan berhasil hijrah ke kota Madinah.
Pada hari-hari pertama masuk ke kota Madinah, yang pertama Rasulullah saw. lakukan adalah mengukur tanah untuk membangun masjid. Pada hari-hari itu pula kaum Muslimin bekerja sama bahu membahu membangun dinding masjid. Masjid yang dimaksud adalah masjid yang sekarang dikenal dengan nama “Masjid Nabawi”. Masjid Nabawi sekarang telah mengalami perluasan. Rasulullah secara pribadi ikut serta membangunnya. Salah seorang dari mereka yang membangun masjid ialah Ammar bin Yasir. Ammar tampak sangat bersemangat dan bekerja keras. Saat itu Rasulullah saw. berkata di hadapan orang-orang yang sedang berkumpul bahwa nanti Ammar akan dibunuh oleh sekelompok kaum Muslimin yang membangkang.
Di sela-sela ucapan Rasulullah saw. tadi, beliau juga mengisyaratkan pada satu hukum yang terdapat di dalam Alquran, yang intisarinya sebagai berikut, “Mungkin akan terjadi peperangan saudara di antara kaum Muslimin. Dalam keadaan yang demikian seluruh kaum Muslimin tidak boleh tinggal diam. Pertama-tama yang harus dilakukan ialah mengusahakan perdamaian di antara keduanya. Apabila salah satu dari kedua kelompok itu membangkang dan tidak mau berdamai, maka kewajiban seluruh kaum Muslimin untuk membantu kelompok yang menginginkan perdamaian serta memerangi kelompok yang membangkang.”
Perkataan yang dikatakan Rasulullah saw. mengenai Ammar bin Yasir, pada hakikatnya adalah pemberitahuan kepada kaum Muslimin bahwa dalam waktu dekat, sebelum berakhirnya umur Ammar bin Yasir, niscaya akan terjadi suatu peristiwa sebagai mana yang telah disyaratkan dalam Alquran.
Sejak hari itu kabar yang disampaikan oleh Rasulullah saw. telah menyebar ke seluruh kaum Muslim, dan Ammar bin Yasir telah menjadi ukuran apabila terjadi perselisihan di antara kaum Muslim. Setelah kurang lebih 37 tahun berlalu dari pemberitahuan Rasulullah saw. itu, terjadilah Perang Shiffin antara Imam Ali al Murtadha as. beserta segenap sahabat Rasulullah saw. di satu pihak, dengan Muawiyah beserta orang-orang Syam di pihak yang lain.
Ammar bin Yasir termasuk orang yang berperang di pihak Imam Ali as. dan dia terbunuh pada peperangan Shiffin itu. Terbunuhnya Ammar bin Yasir menciptakan kegaduhan di kubu Muawiyah dan orang-orang Syam. Mereka teringat sabda Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa, “Ammar bin Yasir akan terbunuh di tangan kelompok pembangkang”. Di sini terjadilah tahrif maknawi atau penyimpangan arti, yaitu dilakukannya takwil dan penjelasan yang dimaksudkan untuk menipu khalayak ramai. Muawiyah berkata, “Perkataan Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa pembunuh Ammar bin Yasir adalah kelompok pembangkang, itu adalah benar. Namun perlu diketahui bahwa Ali yang merupakan pembunuh Ammar karena Ali yang telah membawa Ammar bersamanya.”
Salah seorang yang hadir di majelis berkata, kalau demikian maka pembunuh Hamzah, penghulu para syuhada, adalah Rasulullah saw. karena Rasulullah saw. yang telah membawa Hamzah bersamanya dan Hamzah berperang di pihaknya. Namun orang-orang Syam kala itu demikian bodohnya sehingga tetap termakan oleh tipuan-tipuan Muawiyah.
Faktor yang mendukung terjadinya penyimpangan dan penyelewengan adalah kebodohan masyarakat ramai. Masyarakat terlebih-lebih harus sadar dan waspada terhadap sandaran agama dan akhlak mereka, hingga keduanya tidak sampai mengalami tahrif atau penyimpangan. Bentuk tahrif atau penyimpangan yang paling berbahaya adalah penyimpangan yang dilakukan terhadap sumber agama, yaitu penyimpangan yang dilakukan terhadap Alquran, hadis-hadis Nabi, dan perkataan para Imam as.
Penyelewengan terhadap Alquran dalam bentuk penambahan atau pengurangan kata-katanya sama sekali tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi. Akan tetapi, tidak ada yang dapat menghalangi terjadinya penyimpangan dari segi arti penafsiran serta penakwilan ayat-ayatnya. Betapa banyak Alquran telah menderita dari penyimpangan-penyimpangan seperti ini. Untuk mengurangi ketajaman yang dimiliki oleh kitab yang sangat mulia ini, tidak ada yang lebih ampuh daripada memberikan takwil dan penafsiran yang menyimpang.
Kitab suci Alquran adalah jaminan bagi terpeliharanya kaum Muslimin, namun dengan syarat kaum Muslimin juga ikut memelihara Alquran dari sisi pemeliharaan dan sisi penyimpangan arti, penakwilan, dan penafsiran yang menyimpang.[dikutip dari Jejak-jejak Ruhani, karya Murtadha Muthahhari, penerbit Lentera]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar