Senin, September 14, 2009

Tidak Sehat Berbuka dengan yang Manis

Menggugat apa yang sudah menjadi mapan di masyarakat adalah absah ketika memiliki dasar dan argumentasi yang kuat untuk untuk menemukan kebenaran. Mengutip kalimat dari Bertran Russel, Dalam segala urusan hidup, sungguh sehat apabila sesekali kita menaruh tanda tanya besar terhadap perkara-perkara yang sudah diterima sebagai kewajaran sampai tak pernah dipertanyakan lagi. Begitu pula sikap kita terhadap kebiasaan, bahkan menjadi anjuran para da’I untuk berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang manis. Pemahaman ini sudah menjadi mapan dalam masyarakat Islam. Termasuk terhadap penulis adalah demikian.

Seperti biasanya, saya dalam memenuhi hasrat keingin tahuan berbagai hal dan informasi membuka situs jaringan social Facebook, bukan untuk chating atau menyampaikan keluh kesah sebagaimana kebanyakan teman di FB, namun untuk membaca catatan yang diposting teman melalui catatannya. Adalah catatan Dr. Muhsin Labib yang menarik perhatian saya untuk segera saya baca, sebab dari judulnya saja, Jangan berbuka dengan yang manis menarik perhatian. Selama ini dalam pemahaman umum, bahwa islam menganjurkan untuk berbuka puasa dengan yang manis. Dalam catatan beliau menguti dua buah hadist dari Rasulullah Muhammad Saw,
Dari Anas bin Malik ia berkata : “Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Nabi Muhammad Saw berkata : “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma.Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”
Kalau memperhatian isi dari hadits tersebut ada dua yang paling dianjurkan, yaitu berbuka dengan kurma dan berbuka dengan air putih apabila kurma tidak ada. Apabila dua-duanya ada maka berbuka dengan keduanya.
Lalu mengapa ummat islam telah mempatenkan, bahwa berbuka sangat diajurkan dengan yang manis? Dari mana asal muasal perintah ini?
Sebetulnya keadaan ini tidak sepatutnya untuk dipersalahkan. Ini kemungkinan awalnya dari dari cara berfikir yang overgeneralisir. Artinya, dari satu,dua kasus kemudian menarik kesimpulan yang berlaku secara umum. Contohnya, Dalam hadits di atas diajurkan untuk berbuka dengan kurma. Dalam mengecap kurma, rasanya adalah manis. Sehingga dari ini disimpulkan bahwa Nabi menganjurkan yang manis. Padahal, rasa buah kurma yang masih segar tidak terlalu manis.
Mengapa kurma yang diperjual belikan di Indonesia terasa amat sangat manis?. Ini karena kurma itu bukan lagi kurma yang asli dan segar, tetapi sudah diproses menjadi manisan kurma sehingga bisa bertahan dan awet. Sehingga rasa kurmanya sangat manis.
Berbuka dengan yang manis bisa merusak kesehatan. Mengapa? Kerena ketika berpuasa kadar gula darah menurun dalam 10-12 jam secara perlahan-lahan, dari sejak menahan di waktu imsyak sampai berbuka puasa di waktu malam. Makanan ataupun minuman yang manis mengandung karbohidrat sederhana, ini bisa mengakibatkan kadar gula darah melonjak secara cepat. Ini sangat tidak sehat. Bukan hanya tidak sehat, tapi membahayakan kondisi tubuh. Apalagi dalam keadaan kosong, lalu mengalami lonjakan yang sangat tinggi, bisa berisiko.
Dalam kompas.com edisi 1 september 2009, juga mengulas tentang Berbuka yang manis, keliru. Dalam edisi tersebut diuraikan, bahaya mengkonsumsi yang manis setelah berpuasa, sebab bisa menaikkan kadar gula darah secara cepat, dan itu sangatberbahaya bagi kesehatan. Yang ideal, setiap kali manusia makan selalu terdapat 3 makro nutrient. Yaitu, karbohidrat, protein dan lemak. Karbohidrat berkualitas -lambat dicerna menjadi gula (Glisemik Indeks rendah), agar tidak "menggoda" insulin yang berdampak munculnya hormon-hormon eikosanoid yang tidak diinginkan (dengan akibat: menyempitkan pembuluh darah, mengentalkan darah, mencetuskan sel-sel yang tidak diinginkan, menekan kekebalan tubuh, dan mendorong munculnya peradangan). Karbohidrat baik juga berserat, alkalis, dan tinggi antioksidan.
Kandungan kurma berbeda dengan kandungan makanan atau minuman yang manis. Kurma adalah karbohidrat kompleks, sedangkan makanan dan minuman yang manis adalah karbohidrat sederhana.
Jadi, apa yang paling dianjurkan untuk dikonsumsi saat berbuka puasa agar tetap mengikuti perintah nabi dan mengikuti pola hidup sehat? Di bawah ini saya mengutip dialog Dr. Muhsin Labib dan seorang gurunya yang alim,
Beliau (Muhsin Labib) bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi Allah ‘ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila berbuka puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan pernah makan yang manis-manis, karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban beliau.Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia adalah ‘manisan kurma’, bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks. Perlu waktu untuk diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh untuk menabung lemak juga rendah.
Semoga ramadhan yang tersisa 6 hari ini bisa menjadi waktu untuk mengevaluasi kebiasaan berbuka puasa yang tidak sehat. Berpuasa dalam islam bukan hanya sekedar menghambakan diri kepada Tuhan yang Maha Agung untuk mendapat rahmatNya, tetapi juga untuk penyembuh dan menjaga kesehatan fisik. Dengan puasa manusia bisa sehat baik secara ruhani, maupun secara fisik. Tujuan puasa untuk menyehatkan pelakunya. Nah, akankah sehat itu akan diraih dengan pola konsumsi yang salah?, tentu saja, tidak. Olenya itu, kalau mau sehat dengan puasa sepantasnyalah mengikuti tuntunan Nabi dan itu selaras dengan penjelasan kesehatan.
(Allahu a’lam bisshowab)
Selamat mencoba, Salam Kompasiana.
Masamba, 14 September 2009
Muhammad Rajab
Rujukan ;
1. http://www.facebook.com/note.php?note_id=157616100729&id=1163109407&ref=mf
2. http://perempuan.kompas.com/read/xml/2009/09/01/14203592/quotberbukalah.dengan.yang.manisquot.keliru
Selengkapnya...

Pelacur

“Pelacur” adalah kata yang selalu disematkan pada seorang wanita yang berprofesi sebagai penjaja seks komersial. Wanita yang rela ‘menukarkan’ tubuhnya dengan tumpukan kertas yang dinamai uang, yang rela ditiduri oleh ribuan lelaki hidung belang hanya untuk sesuap nasi, yang menggadaikan kehormatannya kepada setiap om-om yang berdasi lagi berkantong tebal. Alasan penyematan kata “pelacur” pada wanita yang berprofesi sebagai penjaja seks lebih karena profesi itu dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari prilaku individu dan sosial yang seharusnya. Sinonim kata pelacur adalah prostitusi. Kata prostitusi sendiri berasa dari bahasa yunani “prostitut”. Cendekiawan yang pertama kali memberi pemaknaan kepada kata prostitut adalah Sokrates. Beliau mengkritik kaum sophis (Gorgias dan Protagoras) yang telah melakukan kapitalisasi atas pendidikan di athena, yunani. Sokrates sempat berguru kepada Georgias, karena sokrates tidak punya uang, maka ia hanya diajari dasar-dasar ilmu (Ilmu kaum sophis menganggap kebenaran itu subjektif). Olehnya itu, Sokrates bangkit lalu melakukan perlawanan intelektual kepada kaum sophis. Sokrates menuding kaum sophis sebagai prostitut. Ia –sokrates- lalu mengajarkan filsafat sebagai sebuah metode untuk menemukan kebenaran. Dari dialah filsafat mulai bangkit, lalu dilanjutkan oleh dua muridnya plato dan aristoteles.

Tapi, penulis lebih memilih menggunakan kata pelacur dalam tulisan ini karena dua hal pertama, ia –kata pelacur- lebih mudah disebut oleh lidah saya dan mungkin anda juga. Kedua, ia lebih dekat dengan kita. Ketika ada yang menyebut kata pelacur, maknanya langsung hadir dalam fikiran kita. Pemaknaan itupun juga sangat tergantung pada qualitas ilmu yang dimiliki.
Uraian di atas, memberikan gambaran kepada kita makna pelacur adalah setiap orang yang dengan rela menukarkan kehormatannya dengan sejumlah uang/pangkat/harta/jabatan atau materi lainnya. Prilaku tukar-menukar ini kamudian akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan sosial. Pemaknaan ini mengandung tiga unsur sekaligus yang melekat pada kata pelacur. Pertama, unsur manusia. Pokoknya manusia yang dimaksud dalam unsur ini adalah semua orang, laki-laki maupun perempuan, tuan dan puan, pejabat dan rakyat, ustadz/pastor dan jamaahnya dan lain-lain. Ia –unsur manusia- tidak terbatas pada jenis kelamin, stratifikasi sosial, warna kulit dan lain-lain. Pendeknya semua yang masih merasa manusia akan masuk unsur ini (Termasuk saya dan anda yang sedang membaca tulisan ini). Kedua, menukarkan kehormatan. Menukarkan berarti memberikan sesuatu dan mengharapkan sesuatu dari orang yang diberi. Apa yang diberikan? Dan apa yang diharapkan? Yang diberikan adalah kehormatan. Ia –kehormatan- adalah kata yang memiliki makna abstrak. Ia lahir dari sistem nilai yang diyakini oleh seseorang. Namun, kehormatan yang kita maksudkan disini adalah identitas kemanusiaan kita. Karena ia adalah identitas kemanusiaan kita, maka ia adalah kebenaran. Misalnya, seorang wanita yang berprofesi sebagai penjual seonggok daging di selangkangannya : Pelacur. Seorang lelaki yang datang menikmati seonggok daging itu dengan menjual setumpuk kertas yang disebut uang : Pelacur. Seorang ingin jadi PNS/Polisi/Tentara lalu menyogok sampai puluhan juta rupiah : Pelacur. Seorang yang disogok oleh orang yang ingin jadi PNS/Polisi/Tentara : Pelacur. Pemerintah dan swasta yang menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai sarana meraup keuntungan sebanyak-banyaknya : Pelacur. Seorang aktivis mahasiswa maupun LSM yang mallejja’ : Pelacur. Dan banyak lagi yang lainnya. Ketiga, Sejumlah uang/pangkat/harta/jabatan atau materi lainnya. Tadi. Ada pertanyaan di atas, apa yang diharapkan? Tentu saja yang diharapkan adalah apa yang terkandung dalam unsur ketiga. Transaksi tukar-menukar didak dimaknai daloam hubungtan subjek-objek. Aqrtinya, bukan perempuan yang menjual onggoka daging itu sebagai subjek maupun objek, dan bukan pula lelaki berhidung belang. Namun keduanya adalah pelaku, dan keduanya adalah sama-sama subjek. Sehingga keduanya adalah : pelacur.
Makna pelacur bisa disematkan pada sesdorang apabila orang tersebut memenuhi ketihga unsur tersebut di atas. Jadi, bisa jadi semua orang adalah pelacur. Tergantung prilaku orang tersebut, apakah memenuhi unsur atau tidak.
Pelacur : Laki-laki dan perempuan
Pernah dalam sebuah diskusi dengan kelompok mahasiswa saya mengajukan pertabnnyaan kepada mereka, apa beda laki-laki dan perempuan? Mereka menjawab, laki-laki adalah yang bukan perempuan, begituipun sebaliknya. Pemaknaan ini sebernaya terjebak ke dalam kesalahn berfikir yang disebut dengan circular reasoning (alasan yang selalu berputar-putar). Dan pemaknaan ini tidak bisa dipakai untuk meknai perempuan dan laiki-laki dalam tulisan ini. Makna laki-laki dan perempuan dalam tulisan ini sebagaimana dalam contoh perempuan penjaja seks konmersial di atas. Ada yang menjual onggokan daging dan ada yang datanbg menjual tunpukan kertas yang bernilai, yang dunamainya UANG.Yang menjual onggokan daging itulah yang disebut PEREMPUAN, dan yang menjual tumpukan kertas itulah yang disebut : LAKI-LAKI. Sementara pelacur adalah kata yang disematkan pada kedua makhluk itu berdasarkan perilakunya.
Pelacurkah lelaki yang datang untuk menikmati onggokan daging dengan menjual tumpukan kertas yang dinamai uang?. Ya. Pasti, ia adalah pelacur. Karena ia adalah masuk kategori manusia. Kamudian, ia juga telah menukarkan tumpukan kertas yang ia miliki dengan onggokan daging. Lalu, ia mengharapkan tubuh mulus yang dimiliki oleh perempuan untuk dinikmati. Lelaki bisa memenuhi ketiga unsur itu. Bukan hanya perempuan. Lalu, kalau ada klausa Prempuan Pelacur, maka harus pula ada klausa Lelaki Pelacur. Biar imbanglah.
Pelacurkah lelaki dan perempuan yang memiliki tumpukan kertas yang disebut uang, lalu menukarkannya dengan status PNS/Polisi/Tentara atau sederat status sosial lainnya? (Termasuk juga jadi pejabat politik). Ya, mereka adalah Pelacur. Lalu, melacurkah lelaki dan perempuan yang memiliki kewenangan untuk menyeleksi calon PNS/Polidi/Tentara, lalu menukarkan kewenangan itu dengan setumpuk kertas yang disebut uang? Ya, mereka juga adalah pelacur. Keduanya adalah manusia, keduanya juga melakukan transaksi tukar-menukar dan mengharapkan sesuatu dari yang diberi. Yang satu mengharapkan uang dan yang lainnya mengharapkan kelulusan. Prilaku keduanya adalah prilaku yang menyimpang dari sistem sosial yang seharusnya. Di negeri ini, dan khususnya di daerah ini sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam seleksi calon PNS/Polisi/Tentara selalu diwarnai oleh tindakan seperti di atas. Oknum pejabat yang melakukan itu adalah Pejabat Pelacur. Dan, calon yang melakukan itu adalah juga Pelacur.
Melacurkah pemerintah dan swasta yang menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai sarana untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya?. Melacur jugakah seorang aktivis mahasiswa maupun LSM yang mallejja’? Ya, prilaku mereka itu adalah prilaku yang melacur, karena prilaku itu menyimpang dari yang seharusnya.
Untuk apa orang melacurkan diri? Alasan pelacuran diri memang banyak dan beragam. Pertanyaan ini mungkin setiap orang memberikan jawaban yang berbeda. Namun, alasan yang paling dominan adalah UANG. Makhluk inilah –uang- yang banyak menggoda ummat manusia untuk melacurkan diri. Padahal uang itu hanyalah kertas yang diberi nilai nominal oleh manusia. Lalu, mengapa ia begitu banyak mempengaruhi manusia?. Apakah karena nilai nominalnya? Ataukah manusianya yang telah terasing dari yang ia –manusia- ciptakan sendiri?.
Akhirul kalam, mengutip bahasa maxim gorki, “Uang itu sungguh benda jahat, selalu membingungkan, baik waktu hendak mengeluarkan maupun waktu hendak menerima”. (Allahu a’lam bisshowab)
Selengkapnya...

Rabu, September 02, 2009

Bahaya Penyelewengan dalam Sumber Agama

Catatan Ali Yahya.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Alquran al Karim mencela orang yang melakukan “tahrif” atau penyimpangan terhadap suatu perkara dan ucapan-ucapan. Tahrif atau penyimpangan ini dapat dibagi menjadi dua bagian:
Bentuk pertama dari tahrif ialah, melakukan pengurangan atau penambahan terhadap suatu ucapan atau tulisan. Terkadang seorang pengkhianat melakukan tahrif dengan cara mengurangi atau menambahi satu karya yang telah dihasilkan oleh orang lain. Sedikit sekali kitab-kitab lama atau klasik yang tetap terjaga dari sentuhan tangan-tangan orang yang melakukan tahrif. Bukan hanya itu, mereka juga bahkan melakukan tahrif terhadap diwan atau kumpulan syair para penyair. Mereka membuang beberapa syair darinya atau bahkan menambahkannya, atau mungkin mereka mengubah beberapa kata atau kalimat, sehingga hal ini memberikan kesulitan kepada para peneliti yang datang sesudahnya. Tahrif atau penyimpangan model ini dikenal dengan istilah “penyimpangan kata”.

Bentuk lain dari tahrif atau penyimpangan ialah “penyimpangan arti” atau yang dikenal dengan istilah “tahrif maknawi”. Dalam penyimpangan arti, tidak terjadi penambahan atau pengurangan dari segi kata atau kalimat. Namun dari segi penafsiran, keterangan, dan takwil, arti suatu perkataan sudah demikian jauh menyimpang hingga seolah-olah telah terjadi perubahan kata. Bentuk ini pun salah satu dari bentuk pengkhianatan.
Pengkhianatan bisa terjadi pada harta, pada jiwa, pada harga diri bahkan bisa terjadi pada pemikiran dan tujuan. Apabila seseorang mengeluarkan suatu pandangan atau pemikiran, maka kewajiban kita adalah menisbatkan atau menghubungkan perkataan itu dengan arti apa adanya, tanpa menyentuh atau mengubah perkataan itu.
Penyimpangan atau penyelewengan yang dilakukan terhadap suatu perkataan atau tulisan orang lain sudah begitu biasa hingga tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang penting. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan tahrif atau penyimpangan terhadap karya seorang penyair, mungkin itu dianggap tidak begitu penting. Namun tatkala seseorang melakukan tahrif atau penyimpangan terhadap kitab suci atau sabda Nabi dan Imam, yang merupakan sandaran pasti bagi jutaan orang, maka jelas orang ini telah melakukan perbuatan yang tidak bisa diampuni.
Dalam ilmu logika terdapat satu pembahasan yang bernama “mughalathah” atau “sophistique”. Dalam pembahasan ini terdapat tiga belas (13) bentuk “cara menyalahkan” yang dapat digunakan oleh seseorang untuk menipu pikiran. Para ahli menjelaskan masalah ini dengan maksud supaya seorang mahasiswa pencari kebenaran mengetahui bentuk dan cara “mughalathah” serta cara penipuan. Ini dimaksudkan agar dia tidak terjebak oleh cara-cara demikian. Para ahli mengatakan, faedah terbesar yang diberikan ilmu logika adalah mengetahui macam-macam bentuk “mughalathah” atau “sophistique”, dengan demikian mereka dapat menghindarinya. Ini tidak ubahnya seperti ilmu kedokteran yang memberikan informasi tentang berbagai bentuk penyakit dan penyebabnya.
Salah seorang sahabat besar Rasulullah saw., Ammar bin Yasir, termasuk kaum Muslimin yang awal. Dia bersama ibu dan bapaknya telah masuk Islam sejak di kota Makkah. Mereka bertiga telah merasakan siksaan dari penduduk Makkah yang tidak menyukai keislaman mereka. Ayah dan ibu Ammar bin Yasir syahid terbunuh di bawah siksaan orang-orang Makkah, namun Ammar selamat dan berhasil hijrah ke kota Madinah.
Pada hari-hari pertama masuk ke kota Madinah, yang pertama Rasulullah saw. lakukan adalah mengukur tanah untuk membangun masjid. Pada hari-hari itu pula kaum Muslimin bekerja sama bahu membahu membangun dinding masjid. Masjid yang dimaksud adalah masjid yang sekarang dikenal dengan nama “Masjid Nabawi”. Masjid Nabawi sekarang telah mengalami perluasan. Rasulullah secara pribadi ikut serta membangunnya. Salah seorang dari mereka yang membangun masjid ialah Ammar bin Yasir. Ammar tampak sangat bersemangat dan bekerja keras. Saat itu Rasulullah saw. berkata di hadapan orang-orang yang sedang berkumpul bahwa nanti Ammar akan dibunuh oleh sekelompok kaum Muslimin yang membangkang.
Di sela-sela ucapan Rasulullah saw. tadi, beliau juga mengisyaratkan pada satu hukum yang terdapat di dalam Alquran, yang intisarinya sebagai berikut, “Mungkin akan terjadi peperangan saudara di antara kaum Muslimin. Dalam keadaan yang demikian seluruh kaum Muslimin tidak boleh tinggal diam. Pertama-tama yang harus dilakukan ialah mengusahakan perdamaian di antara keduanya. Apabila salah satu dari kedua kelompok itu membangkang dan tidak mau berdamai, maka kewajiban seluruh kaum Muslimin untuk membantu kelompok yang menginginkan perdamaian serta memerangi kelompok yang membangkang.”
Perkataan yang dikatakan Rasulullah saw. mengenai Ammar bin Yasir, pada hakikatnya adalah pemberitahuan kepada kaum Muslimin bahwa dalam waktu dekat, sebelum berakhirnya umur Ammar bin Yasir, niscaya akan terjadi suatu peristiwa sebagai mana yang telah disyaratkan dalam Alquran.
Sejak hari itu kabar yang disampaikan oleh Rasulullah saw. telah menyebar ke seluruh kaum Muslim, dan Ammar bin Yasir telah menjadi ukuran apabila terjadi perselisihan di antara kaum Muslim. Setelah kurang lebih 37 tahun berlalu dari pemberitahuan Rasulullah saw. itu, terjadilah Perang Shiffin antara Imam Ali al Murtadha as. beserta segenap sahabat Rasulullah saw. di satu pihak, dengan Muawiyah beserta orang-orang Syam di pihak yang lain.
Ammar bin Yasir termasuk orang yang berperang di pihak Imam Ali as. dan dia terbunuh pada peperangan Shiffin itu. Terbunuhnya Ammar bin Yasir menciptakan kegaduhan di kubu Muawiyah dan orang-orang Syam. Mereka teringat sabda Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa, “Ammar bin Yasir akan terbunuh di tangan kelompok pembangkang”. Di sini terjadilah tahrif maknawi atau penyimpangan arti, yaitu dilakukannya takwil dan penjelasan yang dimaksudkan untuk menipu khalayak ramai. Muawiyah berkata, “Perkataan Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa pembunuh Ammar bin Yasir adalah kelompok pembangkang, itu adalah benar. Namun perlu diketahui bahwa Ali yang merupakan pembunuh Ammar karena Ali yang telah membawa Ammar bersamanya.”
Salah seorang yang hadir di majelis berkata, kalau demikian maka pembunuh Hamzah, penghulu para syuhada, adalah Rasulullah saw. karena Rasulullah saw. yang telah membawa Hamzah bersamanya dan Hamzah berperang di pihaknya. Namun orang-orang Syam kala itu demikian bodohnya sehingga tetap termakan oleh tipuan-tipuan Muawiyah.
Faktor yang mendukung terjadinya penyimpangan dan penyelewengan adalah kebodohan masyarakat ramai. Masyarakat terlebih-lebih harus sadar dan waspada terhadap sandaran agama dan akhlak mereka, hingga keduanya tidak sampai mengalami tahrif atau penyimpangan. Bentuk tahrif atau penyimpangan yang paling berbahaya adalah penyimpangan yang dilakukan terhadap sumber agama, yaitu penyimpangan yang dilakukan terhadap Alquran, hadis-hadis Nabi, dan perkataan para Imam as.
Penyelewengan terhadap Alquran dalam bentuk penambahan atau pengurangan kata-katanya sama sekali tidak pernah terjadi dan tidak akan terjadi. Akan tetapi, tidak ada yang dapat menghalangi terjadinya penyimpangan dari segi arti penafsiran serta penakwilan ayat-ayatnya. Betapa banyak Alquran telah menderita dari penyimpangan-penyimpangan seperti ini. Untuk mengurangi ketajaman yang dimiliki oleh kitab yang sangat mulia ini, tidak ada yang lebih ampuh daripada memberikan takwil dan penafsiran yang menyimpang.
Kitab suci Alquran adalah jaminan bagi terpeliharanya kaum Muslimin, namun dengan syarat kaum Muslimin juga ikut memelihara Alquran dari sisi pemeliharaan dan sisi penyimpangan arti, penakwilan, dan penafsiran yang menyimpang.[dikutip dari Jejak-jejak Ruhani, karya Murtadha Muthahhari, penerbit Lentera]
Selengkapnya...

Kamis, Agustus 27, 2009

Dahsyatnya Shalawat


Dahsyatnya Shalawat

Catatan penerbit az-zahra

Dahsyatnya Shalawat
Kunci terkabulnya doa, mendatangkan kasih sayang Allah SWT, menghapus dosa-dosa, dan melapangkan jalan menuju surga.


Inilah amalan yang paling mustajab dalam khazanah Islam: Shalawat atas Nabi Muhammad saw. Tiada amalan lain yang begitu agung sampai-sampai Allah SWT sendiri pun melakukannya. Dalam Alquran dikatakan: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan sampaikan salam penghormatan kepadanya” (Q.S. al Ahzâb: 56).

Shalawat adalah hadiah terbaik dari Allah SWT kepada umat manusia, karena kita bisa mendapat berkah dan manfaatnya yang amat berlimpah, di antaranya:
- Membuat doa-doa kita terkabul dan menghapus dosa-dosa kita.
- Pelindung dari api neraka dan izin masuk surga.
- Memberatkan timbangan amal kita di hari kiamat.
- Penghapus kemiskinan.
- Penyejuk di alam kubur dan di akhirat dan mendatangkan syafaat bagi kita.
- Dll.

Buku ini mengajak Anda mengungkap berbagai berkah dan manfaat shalawat, agar Anda juga bisa ikut menikmati hadiah terbaik dari Allah SWT ini. Panduannya mudah dan praktis sehingga bisa langsung dipraktikkan siapa saja. Dengan membaca buku ini, Anda bisa langsung mengamalkan zikir-zikir shalawat yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Selamat membuktikan sendiri keberkahan shalawat!


“Siapa yang membaca shalawat atasku, tidak akan masuk neraka.”
(Rasulullah saw.)

Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Hari ini, shalawat umatku merupakan hadiah mereka untukku. Sedangkan esok, menjadi hadiahku untuk mereka di surga.”

“Membaca shalawat akan menghilangkan kefakiran.”

“Siapa yang bershalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebanyak seratus kali, niscaya Allah akan mengabulkan seratus kebutuhannya.”

“Jika seseorang membaca seribu kali shalawat atasku, maka ia tidak akan merasakan azab Allah.”

“Siapa yang menyampaikan shalawat padaku satu kali, Allah SWT akan membukakan baginya satu pintu keselamatan.”


Dalam hadis diriwayatkan:

“Setiap orang yang tidak mampu membayar kafarat atas dosa-dosanya, hendaknya banyak bershalawat atas Muhammad dan keluarganya agar dapat melebur dosa-dosa tersebut.”

“Shalawat menghapus dosa-dosa. Shalawat dan salam lebih utama ketimbang membebaskan sejumlah hamba sahaya.”

“Shalawat atasku kelak akan menjadi cahaya di surga.”

“Sesungguhnya mengeluarkan zakat fitrah adalah penyempurna puasa. Sedangkan shalawat atas Muhammad saw. dan keluarga Muhammad adalah penyempurna shalat.”

“Shalawat yang kalian sampaikan padaku menyebabkan diterimanya doa kalian dan membersihkan amalan-amalan kalian.”
Selengkapnya...

Jumat, Juli 31, 2009

Keutamaan Bulan Sya'ban

 

KEUTAMAAN BULAN SYA’BAN
Rasulullah saw bersabda: “…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…”(Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (as) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kamu bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda: ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’.
Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (as) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)
Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.” Hadis ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) dari ayahnya dari bapak-bapaknya dari Imam Ali bin Abi Thalib (as).(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)
Sya’ban Ibnu Abbas berkata: Para sahabat menyebut-nyebut keutamaan bulan Sya’ban di dekat Rasulullah saw. Lalu beliau bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulan yang mulia, Sya’ban adalah bulanku. Malaikat pemikul arasy mengagungkannya dan mereka mengenal haknya. Sya’ban adalah bulan yang di dalamnya rizki kaum mukminin ditambah. Di dalamnya amal kebajikan dilipatgandakan tujuh puluh kali, keburukan dihapuskan, dosa-dosa diampuni, dan kebajikan diterima. Di dalamnya Allah azza wa jalla membanggakan hamba-hamba-Nya, memandangi mereka yang berpuasa dan melakukan qiyamul layl, lalu Dia membanggakan amal mereka pada para malaikat pemikul arasy.”
Kemudian Ali bin Abi Thalib (as) berdiri dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku, ya Rasulullah! Tolong jelaskan pada kami tentang keutamaannya, agar menambah semangat kami untuk berpuasa dan qiyamul layl, agar kami lebih bersungguh-sungguh di dalamnya.”
Maka Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan Sya’ban, Allah mencatat baginya tujuh puluh kebajikan berbanding dengan ibadah satu tahun. Barangsiapa yang berpuasa dua hari di bulan Sya’ban, Dia akan menghapus keburukannya yang lalu. Barangsiapa yang berpuasa tiga hari di bulan Sya’ban, Dia akan mengangkat baginya tujuh puluh derajat di surga yang terdiri dari mutiara dan permata merah. Barangsiapa yang berpuasa empat hari di bulan Sya’ban, Dia akan meluaskan rizkinya. Barangsiapa yang berpuasa lima hari di bulan Sya’ban, Dia mencintai hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang berpuasa enam hari di bulan Sya’ban, Dia akan menyelamatkannya dari tujuh puluh macam bala’. Barangsiapa yang berpuasa tujuh hari di bulan Sya’ban, Dia akan menjaganya dari iblis dan para pasukannya dalam masa dan usianya. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari di bulan Sya’ban, ia tidak akan keluar dari dunia kecuali ia diberi minuman dari telaga kesucian. Barangsiapa yang berpuasa sembilan hari di bulan Sya’ban, ia akan dikasihani oleh malaikat Munkar dan Nakir saat keduanya mengajukan pertanyaan padanya. Barangsiapa yang berpuasa 10 hari di bulan Sya’ban, Allah akan meluaskan kuburnya tujuh puluh hasta. Barangsiapa yang berpuasa 11 hari di bulan Sya’ban, Dia akan memancarkan sebelas cahaya pada kuburnya. Barangsiapa yang berpuasa 12 hari di bulan Sya’ban, ia akan dikunjungi kuburnya oleh tujuh puluh ribu malaikat sampai sangkakala ditiupkan (hari kiamat). Barangsiapa yang berpuasa 13 hari di bulan Sya’ban, tujuh malaikat langit akan memohonkan ampuanan baginya. Barangsiapa yang berpuasa 14 hari di bulan Sya’ban, semua binatang melata, binatang buas dan makhluk hidup di lautan akan memohonkan ampunan baginya. Barangsiapa yang berpuasa 15 hari di bulan Sya’ban, Tuhan Yang Mulia akan berseru untuknya: Janganlah ia dibakar dengan api neraka. Barangsiapa yang berpuasa 16 hari di bulan Sya’ban, tujuh puluhan lautan akan memadamkan api darinya. Barangsiapa yang berpuasa 17 hari di bulan Sya’ban, semua pintu neraka akan ditutup baginya. Barangsiapa yang berpuasa 18 hari di bulan Sya’ban, semua pintu surga akan dibukakan baginya. Barangsiapa yang berpuasa 19 hari di bulan Sya’ban, akan dikaruniakan padanya tujuh puluh ribu istana di surga yang terdiri dari mutiara dan permata merah. Barangsiapa yang berpuasa 20 hari di bulan Sya’ban, ia akan diberi tujuh puluh ribu pasangan bidadari. Barangsiapa yang berpuasa 21 hari di bulan Sya’ban, para malaikat akan mengucapkan selamat datang dan mengusap-ngusapkan sayapnya padanya. Barangsiapa yang berpuasa 22 hari di bulan Sya’ban, ia akan dianugerahi tujuh puluh pakaian dari sutera yang halus dan sutera yang tebal. Barangsiapa yang berpuasa 23 hari di bulan Sya’ban, maka saat ia keluar dari kuburnya datanglah padanya binatang melata dari cahaya, lalu ia menaikinya dan terbang menuju ke surga. Barangsiapa yang berpuasa 24 hari di bulan Sya’ban, ia akan diselamatkan dari kemunafikan. Barangsiapa yang berpuasa 25 hari di bulan Sya’ban, ia akan diberi syafaat oleh tujuh puluh ribu ahli tauhid. Barangsiapa yang berpuasa 26 hari di bulan Sya’ban, Allah mencatatnya sebagai orang yang selamat saat melintasi shirathal mustaqim. Barangsiapa yang berpuasa 27 hari di bulan Sya’ban, Allah mencatatnya sebagai orang yang diselamatkan dari neraka. Barangsiapa yang berpuasa 28 hari di bulan Sya’ban, wajahnya akan seperti bulan purnama pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa 29 hari di bulan Sya’ban, ia akan memperoleh ridha Allah Yang Maha Agung. Barangsiapa yang berpuasa 30 hari di bulan Sya’ban, ia akan dipanggil oleh malaikat Jibril dari bawah Arasy: Inilah amal yang belum pernah kamu lakukan sebelumnya, inilah amal yang baru, dosa-dosamu diampuni yang lalu dan mendatang, Allah Yang Maha Agung dan Maha Mulia berfirman: “Sekiranya dosa-dosamu sebanyak jumlah bintang-bintang di langit, sebanyak tetesan hujan dan daun-daun pepohonan, butiran pasir dan sebanyak jumlah hari di dunia, niscaya Dia mengampunimu. Itulah karunia yang kemuliaan dari Allah setelah kamu berpuasa di bulan Sya’ban.” Hadis ini bersumber dari Muhammad bin Ahmad Al-Ma’adi, dari Muhammad bin Al-Husein, dari Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ali, dari Al-Hasan bin Al-Hasan bin Muhammad dari ayahnya, dari Yahya bin Abbas, dari Ali bin ‘Ashim Al-Wasithi, dari Atha’ bin Saib, dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.(Asyhur Ats-Tsalatsah: 47-49)
Rasululah saw Aisyah berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa lebih banyak di bulan yang lain daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” Hadis ini bersumber dari Sufyan Ats-Tsauri dari Shafwan bin Sulaiman dari Aisyah isteri Nabi saw. Hadis yang semakna juga bersumber dari Malik bin Anas dan Umar bin Harits dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Aisyah isteri Nabi saw(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 66)
Umar bin Hamer berkata: “Sesungguhnya puasa Nabi saw di bulan Sya’ban bersambung dengan puasa bulan Ramadhan.” Riwayat ini bersumber dari Ali bin Azhar Al-Ahwazi dari Fadhel bin ‘Iyadh dari Layts dari Nafi’ dari Umar bin Hamer.(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 66)
Yunus bin Ya’qub pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) tentang puasa di bulan Sya’ban: Apakah salah seorang dari bapak-bapakmu berpuasa di bulan Sya’ban? Beliau berkata: “Bapak-bapakku yang terbaik adalah Rasulullah saw, beliau paling banyak berpuasa di bulan Sya’ban.”(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 51)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Puasa di bulan Ramadhan adalah simpanan bagi seorang hamba untuk hari kiamat. Tidak ada seorangpun yang banyak berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali Allah memperbaiki urusan penghidupannya, melindunginya dari keburukan musuhnya. Dan yang paling sedikit adalah orang yang berpuasa satu hari di bulan Sya’ban, wajib baginya surga.”(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 44)
Tentang Puasa dan Syafaat Rasulullah saw bersabda: “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulanku maka aku pemberi syafaat baginya di hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa dua hari di bulan Allah, maka Allah mengampuni dosa yang lalu dan yang mendatang. Barangsiapa yang berpuasa tiga hari, maka dikatakan padanya: ia telah melakukan amal yang sebelumnya belum pernah dilakukan…” Hadis ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) dari ayahnya dari bapak-bapaknya dari Imam Ali bin Abi Thalib (as). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 44)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Barangsiapa yang berpuasa tiga hari di bulan Sya’ban, maka wajib baginya surga, dan Rasulullah saw pemberi syafaat baginya pada hari kiamat.” (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 61)
Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah azza wa jalla. Barangsiapa yang berpuasa di bulanku, aku pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa di bulan Allah azza wa jalla, Allah akan menghibur kesepiannya di kuburnya, menyambungkan kesendiriannya, ia akan keluar dari kuburnya dengan wajahnya seperti bulan purnama, menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya…” Hadis ini bersumber dari Muhammad bin Ahmad bin Ali Al-Hamdani, dari Al-Hasan bin Ali, Ali Asy-Syami, dari Abdullah dari Khuzaimi dari Dhahhak dari Imam Ali bin Abi Thalib (as).(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 64)
Tentang Puasa dan Rahmat Allah Imam Ali Ar-Ridha (as) berkata: “Barangsiapa yang berpuasa hari pertama bulan Sya’ban, wajib baginya rahmat Allah. Barangsiapa yang berpuasa dua hari di bulan Sya’ban, wajib baginya rahmat dan maghfirah serta karamah dari Allah azza wa jalla pada hari kiamat. Barangsiapa yang di bulan Ramadhan, wajib baginya rahmat Allah. Barangsiapa yang berpuasa tiga hari dari akhir bulan Sya’ban dan bersambung dengan puasa bulan Ramadhan, Allah mencatat baginya seperti berpuasa dua bulan berturut-turut. Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan melakukan qiyamul layl, maka ia seperti hari dilahirkan oleh ibunya.”(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 52)
Tentang Istighfar dan Pengampunan Imam Ali Ar-Ridha (as) berkata: “Barangsiapa yang beristighfar kepada Allah swt tujuh puluh kali di bulan Sya’ban, Allah akan mengampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak jumlah bintang-bintang.” Riwayat ini bersumber dari Ahmad bin Muhammad Al-Hamdani, dari Ali bin Al-Hasan bin Ali bin Fadhal dari ayahnya, dia mendengar dari Imam Ali Ar-Ridha (as). Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Puasa di bulan Sya’ban adalah penghapus dosa-dosa besar, sehingga sekiranya seseorang dibesarkan dari darah haram lalu ia berpuasa beberapa hari di bulan Sya’ban lalu mati, maka ia diampuni.” Kemudian seseorang bertanya: Doa apakah yang paling utama di bulan ini? Beliau berkata: “Istighfar, sesungguhnya orang yang beristighfar di bulan Sya’ban tujuh puluh kali setiap hari, seperti orang yang beristighfar tujuh puluh ribu kali di bulan yang lain. Lalu ditanyai lagi: bagaimana cara aku beristighfar? Beliau berkata: “Astaghfirullâha wa as-aluhut tawbah.” (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 56)
Tentang Malam Nishfu Sya’ban, Ayah Ali bin Fadhal berkata: Aku pernah bertanya kepada Imam Ali Ar-Ridha (as) tentang malam Nishfu Sya’ban. Beliau berkata: “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka dan mengampuni dosa-dosa.” Aku bertanya lagi: Apakah sebaiknya memperbanyak shalat sunnah di dalamnya lebih dari malam-malan yang lain? Beliau berkata: “Di dalamnya tidak ada sesuatu yang harus menjadi beban, tetapi jika kamu ingin melakukan sesuatu, maka hendaknya melakukan shalat Ja’far Ath-Thayyar (shalat tasbih). Dan Perbanyaklah di dalamnya zikir kepada Allah azza wa jalla, istighfar dan doa. Karena ayahku berkata: ‘Doa di dalamnya mustajabah.”(Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 45)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Ali bin Abi Thalib (as) benar-benar mengosongkan dirinya pada empat malam dalam satu tahun: Malam pertama bulan Rajab, malam Idul Adhha, malam Idul Fitri, dan malam nishfu Sya’ban.” Hadis ini bersumber dari Ahmad bin Idris dari Muhammad bin Yahya, dari Abu Ja’far Ahmad bin Abdullah dari ayahnya, dari Wahhab bin Wahhab, dari Imam Ja’far Ash-Shadiq (as). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 46)
Tentang Shalat sunnah Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Pada malam ini (malam nishfu Sya’ban) kekasihku Jibril datang padaku dan berkata: wahai Muhammad, perintahkan pada umatmu jika telah datang malam nishfu Sya’ban, hendaknya salah seorang dari mereka melakukan shalat sepuluh rakaat, setiap rakaat membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlash (10 kali). Kemudian sujud sambil membaca: اللهم لك سجد سوادي و جناني و بياضي يا عظيم كل عظيم اغفر ذنبي العظيم و إنه لا يغفر غيرك يا عظيم Jika ia telah melakukannya, Allah menghapus tujuh puluh dua ribu keburukannya, mencatat baginya tujuh puluh dua ribu kebaikan, dan menghapus tujuh puluh ribu keburukan kedua orang tuanya.” (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 65)
Selengkapnya...